Belajar Tentang Debt to Equity, Cash Ratio, Quick Ratio Dan Current Ratio
Bagi perusahaan, modal bisa didapat dari uang sendiri dan uang dari luar alias hutang.
Hutang ini bisa dianggap aman dan bisa dianggap berbahaya bagi perusahaan.
Salah satu indikator utang akan aman apabila perusahaan mempunyai kemampuan untuk membayar.
Hutang akan berbahaya jika ternyata perusahaan tidak mempunyai kemampuan untuk membayar.
Kondisi hutang dan kemampuan membayar akan tercantum dalam rasio-rasio tertentu.
Kali ini saya akan membahas tentang konsep hutang dan kemampuan membayarnya dalam konteks rasio
- Deb to Equity Ratio (DER)
- Cash Ratio (CR)
- Quick Ratio (QR)
- Current Ratio (CRR)
A. Mengenal Hutang Dan Ekuitas (Equity)
Dalam menjalankan bisnisnya, perusahaan bisa menggunakan
- dana dari pihak luar seperti bank yang sifatnya wajib dikembalikan (hutang)
- dana dari pemilik perusahaan yang sifatnya menjadi kepemilikan (ekuitas/saham/equity)
1. Hutang
Hutang adalah uang yang dikumpulkan oleh perusahaan dalam bentuk modal pinjaman dan sifatnya WAJIB dikembalikan.
Hutang bisa dalam bentuk
- pinjaman berjangka (Diperoleh diperoleh dari lembaga keuangan atau bank
- surat utang atau obligasi (diterbitkan dan dijual untuk masyarakat umum)
2. Ekuitas/Saham/Equity
Ekuitas, atau disebut juga dengan Ekuitas Pemilik Saham (Shareholder’s Equity), adalah jumlah uang yang harus dikembalikan kepada pemilik bisnis atau pemilik saham ketika semua Aset sudah dilikuidasi dan semua Hutang sudah dibayarkan.
Sumber utama pembiayaan Ekuitas sendiri umumnya ada dua.
Sumber pertama adalah uang yang disetor oleh pemilik usaha itu sendiri dan rekan bisnisnya. Sumber kedua berasal dari penawaran pembiayaan yang dibuka untuk publik dalam bentuk lembar saham, sehingga siapapun bisa berinvestasi dan memiliki usaha tersebut.
Setoran uang dalam konsep ekuitas tidak wajib dikembalikan tetapi akan dimasukkan sebagai pemilik perusahaan dan pemilik ekuitas ini berpotensi mendapatkan pengembalian dalam bentuk
- Capital gain (kenaikan harga saham)
- Dividen
Namun apabila ternyata perusahaan mengalami kerugian maka saham ini berpotensi hangus dan kita tidak mendapatkan apapun.
Ekuitas bisa digunakan sebagai
- modal suatu badan usaha untuk membeli Aset dan membiayai kegiatan operasional.
- membayar hutang atau membeli bisnis lainnya.
Cara menghitung Ekuitas :
Total Ekuitas (Equity) = Total Aset (Asset) – Total Kewajiban (Liabilities)
Jika nilai Ekuitasnya positif, maka usaha kita masih memiliki kemampuan untuk membayar nilai Kewajiban dari total nilai Aset. Namun jika nilai Ekuitasnya negatif, maka jumlah Kewajiban tidak akan dapat ditutupi dengan total nilai Aset yang dimiliki.
Berikut contohnya menggunakan emiten SIDO.
Aset SIDO : 3.849.516
Hutang SIDO : 627.776
Rumus Equity = Total Aset – Total Hutang
= 3.849.516 – 627.776
= 3.221.740
Sudah paham kan tentang konsep hutang dan ekuitas.
Kenapa perlu membahas tentang hutang dan ekuitas?
Karena rasio pertama yang akan kita bahas adalah DER.
B. Debt to Equity Ratio (DER)
DER atau Debt Equity Ratio adalah suatu rasio keuangan yang menunjukkan persentase antara Utang dengan Ekuitas yang dimiliki oleh pemegang saham.
Rumusnya sebagai berikut
DER = Total hutang / ekuitas
Perusahaan yang sehat secara keuangan ditunjukan dengan rasio DER di bawah angka 1 atau di bawah 100%, semakin rendah rasio DER maka semakin bagus.
DER yang rendah menunjukan bahwa hutang/kewajiban perusahaan lebih kecil daripada seluruh aset yang dimilikinya, sehingga dalam kondisi yang tidak diinginkan (misalnya bangkrut), perusahaan masih dapat melunasi seluruh hutang/kewajibannya.
Kondisi sebaliknya, semakin tinggi DER menunjukkan komposisi jumlah hutang/kewajiban lebih besar dibandingkan dengan jumlah seluruh modal bersih yang dimilikinya, sehingga mengakibatkan beban perusahaan terhadap pihak luar besar juga.
Meningkatnya beban kewajiban terhadap pihak luar menunjukkan bahwa sumber modal perusahaan sangat tergantung dari pihak luar. Apabila perusahaan tidak dapat mengelola hutangnya dengan baik dan optimal, akan berdampak buruk terhadap kondisi kesehatan keuangan perusahaan.
DER yang ideal yaitu di bawah angka 1 atau di bawah angka 100%, namun demikian jika menemukan perusahaan dengan DER di atas angka 1 atau di atas 100%, yang artinya hutang/kewajibannya lebih besar daripada modal bersihnya, anda harus meneliti lebih lanjut penyebab DER tinggi tersebut pada laporan keuangan perusahaan (balance sheet) yang bersangkutan.
Jika ternyata hutang jangka panjang lebih besar daripada hutang jangka pendek, kondisi tersebut kurang sehat. Hutang jangka panjang biasanya diperoleh dari pinjaman bank atau penerbitan surat hutang (obligasi).
Perusahaan akan terus menanggung kewajiban pembayaran pokok dan bunga pinjaman sampai hutangnya lunas. Kondisi tersebut akan menekan laba yang diperoleh perusahaan atau dapat mengganggu likuiditas di masa yang akan datang.
Jika ternyata hutang tersebut hanya hutang jangka pendek atau hanya hutang usaha kepada pemasok (vendor) atau hutang akibat dari pendapatan diterima di muka (uang muka kerja), dapat dikatakan bahwa hutang tersebut tergolong sehat.
Mengingat bahwa hutang tersebut terjadi dalam suatu proses produksi, misalnya hutang kepada pemasok bahan baku, atau hutang akibat penerimaan uang muka dari pemesan barang, maka hutang tersebut segera lunas pada saat barang yang diproduksi oleh perusahaan telah habis terjual.
Contoh DER SIDO berdasarkan Q3 Tahun 2021
Hutang = 627.776
Ekuitas = 3.221.740
DER = Total hutang / Total Ekuitas
= 627.776 / 3.221.740
= 0.194 x 100%
= 19%
Contoh perusahaan istimewa yang hutangnya besar jika dilihat menggunakan rasio DER yaitu UNILEVER
Ekuitas = 5.326.215
Hutang = 14.880.556
DER = Total Hutang / Total Ekuitas
= 14.880.556 / 5.326.215
= 2.79 x 100%
= 279%
Jika menggunakan batas aman yaitu DER di bawah 100% atau di bawah 1 maka hutang UNVR sebenarnya sudah mengkhawatirkan.
Namun kita harus tau juga bahwa hutang relatif aman walopun di atas 100% jika :
- Hutang jangka pendek bukan hutang jangka panjang
- Kemampuan membayar perusahaan lebih besar dibanding jumlah hutangnya
- Sektor tertentu seperti bank maupun asuransi memang DER-nya di atas 100%
C. Cash Ratio (CR)
Membahas tentang hutang maka kelanjutannya adalah membahas tentang kemampuan perusahaan dalam membayar hutangnya.
Hutang besar tetapi kemampuan membayarnya lebih besar maka tetap aman.
Hutang kecil namun tidak mampu membayar maka tetap menjadi hutang yang berbahaya.
Salah satu rasio tentang kemampuan membayar perusahaan adalah cash ratio.
Cash ratio atau dalam bahasa Indonesianya adalah rasio kas adalah rasio yang bisa digunakan untuk menilai perbandigan antara total kas dan setara kas pada suatu perusahaan dengan kewajiban lancar yang ada di dalamnya.
Pada dasarnya, cash ratio adalah bentuk penyempurnaan dari quick ratio atau rasio cepat yang dimanfaatkan untuk mengukur sejauh mana finansial perusahaan yang terdiri dari kas serta setara kas yang ada.
Kas dan setara kas ini adalah seluruh alat pembayaran yang dapat digunakan dengan segera seperti uang kertas, uang logam, dan saldo rekening giro di bank.
Suatu perusahaan akan dikatakan memiliki uang yang cukup untuk membayar tagihan jangka pendeknya jika nilai cash ratio nya adalah 1,0.
Sedangkan jika nilainya kurang dari 1,0, maka artinya perusahaan tersebut tidak memiliki kas atau setara kas yang cukup untuk membayar tagihannya, dan jika nilainya adalah lebih dari 1,0, maka bisa dipastikan bahwa perusahaan mempunyai jumlah kas yang cukup untuk membayar kewajibannya.
Rumusnya
Cash artio = Kas dan Setara Kas / Total Hutang Jangka Pendek
Kita langsung menggunakan rumus di atas untuk menghitung Cash Ratio dari SIDO menggunakan LK Q3 Tahun 2021
Kas dan setara kas = 824.984
Hutang jangka pendek = 509.593
Cash Ratio = Kas dan setara kas / hutang jangka pendek
= 824.984 / 509.593
= 1.61 x 100
= 161%
Jika melihat hasilnya 161% maka Cash ratio dari SIDO sangat bagus. Makin tinggi Cash Ratio makin bagus.
Namun ada catatan tersendiri yaitu rasio kas atau cash ratio yang terlalu tinggi bisa berarti pemanfaat nilai kekayaan perusahaan tidak efisien. Ketimbang hanya menyimpan uang tunai, ada baiknya perusahaan menggunakan dana tersebut untuk bisa diinvestasikan kembali kedalam bentuk investasi.
D. Quick Ratio
Pembahasan berikutnya yaitu tentang quick ratio.
Quick ratio akan menunjukkan kemampuan perusahaan dalam membayar kewajiban jangka pendek dengan menggunakan aktiva lancar atau tanpa memperhitungkan persediaan karena persediaan akan membutuhkan waktu yang lama untuk diuangkan dibanding dengan aset lainnya.
Penghitungan quick ratio hanya menggunakan aktiva lancar yang paling likuid untuk dibandingkan dengan kewajiban lancar. Inventaris tidak termasuk ke dalam perhitungan quick ratio karena sulit untuk ditukar dengan kas, sehingga quick ratio jauh lebih ketat dari current ratio. Cara penghitungan quick ratio yaitu:
Rasio Cepat = (Aset Lancar – Persediaan) / Kewajiban Lancar (Hutang Jangka Pendek)
- Aset Lancar disini termasuk Kas, Uang Muka, Piutang, Aktiva Lancar Lainnya, Persediaan, Surat Berharga, atau sejenisnya. Cara termudah untuk menghitung atau menemukan Aktiva Lancar adalah dengan masuk ke Laporan Keuangan perusahaan dan kemudian mencari tahu saldo Aktiva Lancar di akhir periode.
- Kewajiban Lancar termasuk Hutang, Kewajiban Akrual, Hutang Jangka Pendek, Hutang Bunga, Hutang Pajak Lancar atau sejenisnya. Cara termudah untuk menghitung dan menemukan Kewajiban Lancar adalah dengan pergi ke Laporan Keuangan dan mencari tahu Kewajiban Lancar. Itu dengan jelas dinyatakan di sana.
Contoh Quick Ratio dari SIDO berdasarkan Q3 Tahun 2021
Aset Lancar = 1.855.171
Persediaan = 460.080
Hutang jangka pendek = 509.593
Quick Ratio = (Aset Lancar – Persediaan) / Kewajiban Lancar (Hutang Jangka Pendek)
= (1.855.171 – 460.080) / 509.593
= 2.73 x 100
= 273%
Catatan :
Rasio yang tinggi tidak selalu bagus
Misalnya, entitas memiliki rasio cepat 1,5 pada 31 Desember 2020. Berdasarkan penjelasan di atas, entitas memiliki rasio yang sangat baik. Tetapi bagaimana jika entitas mengharuskan untuk melunasi jumlah pinjaman yang tinggi di bulan ke-13.
Dari segi akuntansi, pinjaman 13 bulan ini dianggap sebagai kewajiban jangka panjang per 31 Desember 2020. Namun di bulan Januari 2021, 13 bulan tersebut menjadi kewajiban lancar dan selanjutnya mempengaruhi quick ratio hanya sebulan setelah penilaian (31 Desember 2020) . Jadi, rasio ini dapat membuat pengguna mengambil keputusan yang salah.
E. Current Ratio
Yang terakhir adalah current ratio.
Current ratio atau rasio lancar adalah salah satu Rasio Likuiditas yang digunakan untuk menilai posisi likuiditas suatu entitas dengan menggunakan hubungan antara Aktiva Lancar dan Liabilitas Lancar.
Dengan kata lain, ini adalah alat yang digunakan untuk menilai apakah aset lancar dapat melunasi kewajiban lancar atau tidak.
Current Ratio = Aset Lancar / Kewajiban Lancar
- Aset Lancar meliputi kas dan setara kas, piutang, persediaan dan aset lancar lainnya. Rasio ini berbeda dari rasio cepat karena termasuk persediaan.
- Kewajiban termasuk Hutang, Akrual, Hutang Bunga, dan Kewajiban Lancar Lainnya. Seperti yang Anda lihat, semua item ini adalah aset dan liabilitas likuid. Itulah mengapa kami mengatakan rasio ini untuk menilai likuiditas suatu entitas.
Jika rasio di atas 1, dalam analisis rasio likuiditas, itu berarti perusahaan aman untuk membayar kewajiban lancarnya dengan menggunakan aset lancarnya. Dan jika rasionya kurang dari satu itu berarti perusahaan bisa kesulitan membayar utangnya tepat waktu kepada kreditor.
Contoh Current Ratio dari SIDO berdasarkan Q3 Tahun 2021
Aset Lancar = 1.855.171
Hutang jangka pendek = 509.593
Current Ratio = Aset Lancar / Kewajiban Lancar
= 1.855.171 / 509.593
= 3.64 x 100%
= 364%
Membaca tentang Current Ratio harus diperhatikan lebih lanjut karena di dalamnya ada item tentang persediaan dan piutang usaha.
Karena untuk bisa mengubah persediaan menjadi uang tunai, perusahaan perlu menjual ke pelanggan dan mendapatkan keuntungan. Terkadang, penjualan dilakukan secara kredit dan perusahaan masih membutuhkan waktu untuk mengumpulkan uang tunai.
Perhitungan current ratio juga termasuk piutang yang mungkin juga sulit diubah menjadi uang tunai.
Piutang Usaha tampaknya mudah untuk diubah menjadi uang tunai, tetapi kita harus melihat kembali ke kebijakan piutang dan sejarah penagihannya sehingga kita dapat menyimpulkan seberapa masuk akal rasio ini terhadap kewajiban lancar.
Itulah pembahasan tentang hutang.
Sumber :
1. https://id.gadget-info.com/
2. https://www.ukmindonesia.id/
5. https://kamus.tokopedia.com/