8 Psikologi Yang Bisa Mengganggu Investasimu (Part 2)

8 Psikologi Yang Bisa Mengganggu Investasimu (Part 2)

Artikel ini merupakan lanjtan dari artikel tentang 8 Psikologi Yang Bisa Mengganggu Investasimu (Part 1). Ada 4 psikologi lainnya yang bisa menganggu proses investasimu yaitu.

#5 Familiarity Bias

Familiarity adalah investor akan memilih suatu pilihan investasi berdasarkan sesuatu yang familiar atau sudah dikenal (Nofsinger, 2005 : 64). Investor akan merasa nyaman dengan hal-hal yang familiar bagi mereka, pemikiran investor sering menggunakan sesuatu yang familiar untuk menjadi jalan pintas dalam pemilihan investasi.

Hal tersebut tentunya jenis investasi yang familiar (Prasanna Chandra, 2009 : 296).

Jika kita bawa ke ranah investasi konsepnya adalah mereka hanya akan membeli perusahaan yang memang mereka ketahui dan enggan untuk mencari perusahaan lain. Umumnya mereka memang mengenal perusahaan serta menggunakan produknya.

Memang tidak salah untuk melakukan hal tersebut, namun perilaku ini dapat mengarahkan investor ke jalan yang kurang tepat, misalnya imbal hasil yang Anda dapatkan sangat kecil.

#6 Self-Attribution Bias

Menurut Miller dan Ross (1975) sebagaimana dikutip dalam Bhandari dan Daves (2006), self-attribution bias merupakan kecenderungan seseorang yang menganggap bahwa kesuksesan atau hasil yang baik sebagai kemampuan dan pengetahuan mereka sendiri, sementara menganggap kegagalan sebagai pengaruh eksternal yang berada di luar kendali mereka atau merupakan faktor ketidakberuntungan.

Hal ini menimbulkan dampak bahwa ketika mengalami keberhasilan yang dianggap sebagai hasil dari kemampuannya sendiri, orang akan menjadi overconfidence.

Sebaliknya ketika terjadi kegagalan, orang akan menyepelekan keadaan karena adanya persepsi bahwa kegagalan yang mereka alami hanyalah karena ketidakberuntungan atau nasib buruk.

Di bursa saham orang-orang yang tipe seperti ini sangat banyak dan salah satu faktor eksternal yang sering menjadi bulan-bulanan kesalahan adalah bandar dan BEI.

Entah gara-gara bandar harganya turun atau gara-gara BEI yang membuat aturan kurang kuat sehingga banyak investor ritel yang kehilangan modal di pasar saham.

Padahal jika investor ritel ini rutin belajar maka akan terhindar dari bandar dan tidak aka koar-koar menyalahkan BEI

Contohnya seperti artikel disini Mengenal Kondisi Perusahaan, Kinerja Perusahaan, Kinerja Saham Dan Menemukan STORY Lebih Cepat Dibanding Bandar

Dan bagi investor ritel wajib membaca artikel berikut Sebelum Berinvestasi Saham, Pahami Dulu Rule of Game Bursa Saham

#7 Trend-Chasing Bias

Bias ini bisa dibilang bias yang paling sering melekat pada diri banyak investor.  Investor percaya bahwa mereka dapat memprediksi masa depan dengan mempelajari masa lalu.

Para peneliti Behavioral Finance menemukan bahwa 39% dari seluruh uang segar yang baru disetorkan di reksa dana ditempatkan di 10% Manajer Investasi dengan kinerja terbaik di tahun sebelumnya. Di sini, para investor dianggap terlalu mempercayai kinerja masa lalu. Padahal, kinerja masa lalu tidak menunjukkan hasil di masa depan.

Manusia memang memiliki bakat luar biasa untuk mendeteksi pola, dan ketika mereka menemukannya, mereka mempercayai validitasnya. Padahal, walaupun pola pasar bisa dideteksi dan ditemukan, realitanya kondisi pasar jauh lebih acak dan terkadang bisa menjadi unpredictable. Terlebih lagi, banyak emiten yang memanfaatkan bias ini dengan meningkatkan promosi ketika kinerja mereka di masa lalu cemerlang untuk menarik investor baru.

Studi dari University of California menemukan bahwa investor yang membuat keputusan berdasarkan kinerja masa lalu seringkali mencapai hasil yang paling buruk dibandingkan dengan investor yang lain. Untuk menyelamatkan kondisi investasi Anda, Anda bisa memanfaatkan kondisi ini dengan gunakan pendekatan Warren Buffett; beli ketika yang lain takut dan jual ketika mereka percaya diri. Mengikuti kawanan jarang menghasilkan keuntungan besar.

Memang bias di poin no 7 juga bias karena bagaimanapun kita akan membaca data masa lalu untuk mengambil langkah ke masa depan.

#8 Endowment Effect

Untuk poin no 8 ini saya mulai dari cerita yang saya kutip dari tulisan om Pakalupapito. Kalian bisa membacanya disini

Bayangkan baba beberapa tahun silam membeli sebotol wine seharga 200 ribu dan sekarang seiring berjalannya waktu, harga wine tersebut ke utara. Harganya sudah diatas 200 ribu per botol.

Pertanyaannya:
Maukah baba menjual wine tersebut atau membeli lagi wine yang sama dengan harga sekarang?

Penelitian membuktikan jawaban paling umum adalah tidak untuk keduanya. Tidak mau menjual dan tidak mau membeli lagi

Sekarang kita lanjutkan ke skenario yang sedikit agak berbeda baba.

Salah satu saham baba floating loss 30%. Karena baba takut kehilangan uang dan dalam hati yakin bahwa saham itu adalah saham yang bagus dan besar kemungkinan harga akan naik kembali maka baba memutuskan untuk hold.

Tapi sebuah kesalahan terjadi, saat baba sedang membuka porto baba di pc. keponakan kecil baba yang nakal, mengutak ngatik pc baba dan tidak sengaja menjual saham tersebut.

Pertanyaannya, maukah baba membeli lagi saham tersebut?

Sekali lagi, jawaban paling umum dari survey ini adalah tidak. Tidak ada yang mau membeli lagi saham tersebut karena setelah saham tersebut bukan milik kita, nilainya secara tidak sadar berkurang.

Dua contoh diatas baba disebut dengan endowment effect. Dimana endowment effect menyatakan bahwa seseorang akan menilai lebih tinggi sesuatu yang dia miliki dibanding sesuatu yang dia tidak miliki.

Ilustrasi sederhana ada pada experiment oleh seorang profesor dimana sang profesor memiliki dua kelompok mahasiswa. Mahasiswa yang kuliah di hari senin dan rabu dan mahasiswa yang kuliah di hari selasa dan kamis.

Mereka yang kuliah di hari senin dan rabu, mendapatkan sebuah mug gratis. Sedangkan yang kuliah di hari selasa dan kamis tidak mendapatkan apa apa.

Setelah beberapa hari, semua mahasiswa diminta memberikan harga pada mug tersebut. baik mahasiswa yang tidak memiliki mug maupun yang memiliki mug baba.

Hasilnya? secara rata rata, mereka yang memiliki mug mengajukan harga yang lebih tinggi dibanding mereka yang tidak memiliki mug.

Lalu saat ditanyakan berapa harga terendah untuk mug tersebut? Harga terendah yang ditawarkan oleh mahasiswa yang memiliki mug selalu lebih tinggi dari mereka yang tidak memiliki mug.

Jadi sudah jelas jika manusia cenderung menilai sesuatu yang mereka miliki dengan harga yang lebih tinggi baba.

Dengan kata lain, saham A tidak ada di porto, saham biasa. Ada di porto, saham luar biasa.

Sayangnya kadang endowment effect tidak berlaku pada para pria-pria buaya yang sudah memiliki pasangan. Karena meskipun mereka sudah memiliki istri, wanita lain tetap terlihat lebih menarik.

Dengan kata lain, endowment effect bisa dikatakan antitesis dari peribahasa “rumput tetangga lebih hijau dari rumput sendiri”.

Sudah paham gambarannya ya…

Dikutip dari web https://www.kubikleadership.com/

Endowment effect adalah kecenderungan dimana orang secara irrational menilai terlalu tinggi apa-apa yang telah dimilikinya, karena itulah orang tersebut mati-matian tidak mau melepaskannya (loss aversion).

Biasanya jika kita sudah terkena endowment effect kita akan mati-matian melakukan 3 hal berikut jika ada yang berani “mengusik” saham milik kita

  • Mencari terus menerus informasi yang bisa dijadikan pembenaran bahwa apa yang sudah diambil adalah yang terbaik
  • Jika ada yang memberi informasi tetapi informasi tersebut cenderung “kontra dengan pilihan” maka akan merasa tersinggung dan sebisa mungkin akan mendebat.
  • Berusaha mencari “teman” yang mempunyai pemikiran sama

Konsep endowment effect ini tentu saja berbeda dengan konsep conviction atau keyakinan ya karena keyakinan ini didasarkan pada data yang kuat namun tetap membuka ruang jika ternyata data yang kita peroleh atau data yang kita olah memang memiliki kesalahan.

Itulah 8 psikologi yang bisa mengganggu proses investasi kita.

Sumber :

1. https://kampungpasarmodal.com/

2. https://repository.uksw.edu/

3. https://itstime.id/

(Visited 82 times, 1 visits today)

Leave a Reply

Artikel Lainnya